Selasa, 25 November 2008

PENANGANAN GIZI BURUK





Dalam penjelasan yang telah saya baca dari sumber sinar harapan, 19 September 2006 mengenai kontroversi seputar gizi buruk, yang berjudul apakah ketidakberhasilan Departemen Kesehatan dapat diketahui bahwa pemerintah sudah menunjukkan perhtian yang cukup besar terhadap masyarakat terutama dalam hal gizi buruk.
Dalam perbaikan program gizi ini selain pemerintah tidak sepenuhnya harus berperan, sebab yang berperan penting sebenarnya adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat sebagai ujung tembak keseharian idealnya lebih besar lagi peran sertanya dalam penemuan kasus dan penanganannya. Dengan adanya posyandu ini masyarakat dapat akses mudah untuk mengatasi masalah kesehatan terutama bagi ibu dan anak. Artinya pemerintah dalam jangka kedepan telah memperhatikan peran ibu mengenai gizi yang nantinya sangat berpengaruh terhadap masa depan bangsa yang ditentukan oleh anak-anak. Kesadaran ini sangat penting karena masyarakat yang belum memahami arti penting kesehatan dirinya.
Program posyandu yang diselenggarakan pemerintah harus mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah dan masyarakat. Artinya pemerintah harus dapat mengaakomodasi apa yang terjadi di masyarakat seputar gizi buruk tersebut.
Program pemerintah mengenai posyandu ini yang diterapkan kepada masyarakat sudah cukup bagus akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak didukung oleh SDM dan fasilitas yang memadahi, seperti para kader yang kurang terlatih sehingga masyarakat sulit untuk menangkap apa yang semestinya di daptkan mengenai gizi buruk, transportasi bagi para kader untuk menjangkau masyarakat yang berada dalam pelosok desa, logistic, insfrastruktur dan lain sebagainya, sehingga hasil dari program posyandu tersebut tak maksimal dan masyarakat menilai kurang optimal tentang kegiatan posyandu tersebut dari masalah tersebut masyarakat sendiri juga kurang mendapat manfaat dari posyandu.
Melalui posyandu pemerintah ingin menciptakan masyarakat sehat dengan pembangunan kesadaran mengenai arti pentingnya masalah gizi terhadap kesehatan kepada masyarakat secara adil dan merata hal tersebut telah dibuktikan dengan adanya posyandu gratis, dan penyuluhan maupun stcreanya terhadap ibu hamil dan balita. Hal tersebut dapat menjadi ironi setelah data yang diperoleh yaitu masyarakat dating hanya jika ada PMT, sesudah itu tidak perlu dating menimbang balitanya, pada hal pemegang kebijakan selalu mengatakan pertumbuhan anak yang baik adalah yang berat badannya selalu naik, sedangkan masyarakat sendiri malas dating ke posyandu dan tidak mengerti arti pentingnya KMS (Kartu Menuju Sehat).
Kader adalah anggota masyarakat yang diberi keterampilan untuk dapat menjalankan posyandu, dalam hal ini mereka perlu diberikan penyegaran (refresing) agar tercipta rasa percaya diri dalam penyampaian pesan terhadap masyarakat. Disini peran masyarakat sangat penting dalam melibatkan organisasi seperti karang taruna, LKMD dan PKK, untuk memperluas jaringan posyandu.
Pada situasi ekonomi seperti saat ini angan-angan mereka dating secara sukarela cukup sulit untuk dipertahankan. Sehingga sudah saatnya pemerintah daerah setempat memberikan anggaran khusus agar program posyandu terus dapat berjalan. Sehingga jika hal tersebut dapat terlaksana dengan baik dapat menurunkan jumlah kasus gizi buruk pada balita, jika dikaitkan dengan kasus-kasus sebelumnya kejadian masalah gizi buruk bukan semata-mata tanggung jawab departemen kesehatan atau dinas kesehatan setempat.
Akan tetapi disebabkan oleh berbagai factor yang pada akhirnya mengerucut hingga si anak tidak mendapat asupan gizi mungkin kerena factor ekonomi keluarga sehingga tidak dapat menyediakan pangan cukup terhadap anak atau anggota keluarga lainnya, sehingga pemerintah pusat dan daerah hendaknya mampu menyediakan anggaran yang cukup kepada semua warga tidak mampu untuk dapat menanggulangi masalah sejak dini baik berupa SDM, SDA fasilitas dan sebagainya.
Oleh karenanya penanggulangan masalah gizi tidak dapat hanya melibatkan satu sector bidang kesehatan saja melainkan banyak sector yang terkait dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, social budaya dan pertanian.
Sebab pengerahan sumber daya sector kesehatan saja hanya menjadikan upaya penanggulangan masalah seperti pemadam kebakaran, bukan mempersiapkan agar tidak terjadi kebakaran.